Laman

2/24/2009

Persembahan untuk Surga

lbnul Jauzi rahimahullah, menuliskan sebuah kisah dalam kitab Shifaatu Ash Shafwah, tentang seorang shalih bernama Abu Qudamah Asy Syaami. la, pemuda yang sangat mencintai jihad di jalan Allah ~. Tidak satu kalipun ia mendengar sebuah peperangan yang terjadi antara kaum Muslimin dengan orang¬orang kafir yang memerangi mereka, kecuali ia bersegera mempersiapkan diri dan berangkat bersama pasukan Islam. Suatu ketika, ia duduk di Al Haram Al Madani. Seseorang bertanya padanya, "Wahai Abu Qudamah, engkau orang yang sangat mencintai jihad di jalan Allah ... Kisahkan kepada kami peristiwa yang paling menakjubkan yang pernah engkau lihat selarna berjihad .. "
Abu Qudamah pun bercerita ...
Perhatikan baik-baik, rahasia demi rahasia di balik sosok orang-orang shalih yang mendambakan surga seperti Abu Qudamah ..
"Suatu hari aku keluar bersama kaum Muslimin untuk memerangi orang-orang yang memerangi kaum Muslimin, dekat dengan sejumlah perbatasan medan perang. Dalam perjalanan, aku melewati kota Riqqah -sebuah kota di Irak dekat dengan sungai Eufrat-, dan di kota itu aku membeli seekor unta untuk membantu membawa peralatan berperang. Aku sempat memberi nasihat kepada masyarakat di kota itu melalui sejumlah masjid dan mengajak mereka untuk berjihad dan berinfaq di jalanAllah ~ Hingga ketika tiba waktu malam, aku menyewa sebuah rumah untuk menginap. Tapi di tengah malam, seseorang mengetuk pintu. Aku membuka pintu dan kudapati seorang perempuan yang tertutup rapi dengan hijabnya. "Apa yang kamu inginkan?" tanyaku.
Ia mengatakan: "Engkau Abu Qudamah?" Aku menjawab: "Ya ... "
Ia mengatakan lagi: ''Engkau yang hari ini mengumpulkan dana untuk jihad di perbatasan?"
Aku menjawab: "Ya ... "
Mendengar jawabanku, perempuan itu lalu mengajukan kulit kering, dan potongan kain perca, lalu pergi sambil menangis. Aku perhatikan kulit kering itu temyata di dalamnya tertulis kalimat
"Engkau menyeru kami untuk berjihad, tapi kami tidak mampu melakukannya. Aku potong apa yang aku miliki yaitu dua jalinan rambut yang aku berikan kepadamu untuk mengikat bagian kudamu. Semoga Allah bisa melihat potongan rambutku di jalan Allah, lalu mengampuni aku ... "
Aku sangat terkejut dengan keinginan kuat perempuan itu dan apa yang ia berikan. Bagaimana kerinduannya begitu besar untuk diampuni Allah ~ dan masuk ke dalam surga ..
Pagi hari keesokan harinya, aku berangkat bersama para sahabatnya dari Riqqah. Dan ketika mereka sampai di benteng Maslamah bin Abdul Malik, seorang pengendara kuda berteriak di belakang kami dan mengatakan, "Ya Abu Qudamah .. ya Abu Qudamah ... berhentilah sebentar saja .. " Aku pun berhenti dan meminta kepada pasukan yang lain lebih dahulu berjalan, sementara aku menunggu pengendara kuda yang memanggilku. Setelah mendekat orang itu mengatakan, "Alhamdulillah .. Yang memberi kesempatan padaku untuk bisa menemuimu."
Aku bertanya, "Apa yang kau inginkan?" Ia menjawab, "Aku ingin berjihad bersamamu . "

Aku mengatakan, "Bukalah tutup mukamu,jika usiamu sudah dewasa dan pantas untuk berperang, aku akan menerimamu. Tapi bila engkau masih kecil tidak layak berjihad, aku akan menolakmu."
Orang itupun membuka tutup mukanya. Temyata wajahnya bak rembulan. Ia pemuda berusia sekitar 17 tahun.
Aku katakan padanya, "Anakku, engkau mempunyai orang tua?"
Ia menjawab, "Ayahku terbunuh oleh orang-orang yang memusuhi kaum Muslimin, dan sekarang akulah yang berperang melawan orang-orang yang membunuh ayahku." "Apakah engkau mempunyai ibu?" tanyaku.
Ia menjawab, "Ya".
"Pulanglah kepada ibumu, berbuat baiklah kepadanya, karena sesungguhnya surga terletak di bawah telapak kakinya ... " ucapku.
Pemuda itu menjawab, "Apakah engkau tidak tahu ibuku?" Aku menggelengkan kepala. Pemuda itu berkata lagi, "Ibuku
adalah pemilik "barang titipan ... " "Titipan apa?" tanyaku.
"Ia pemilik ikatan ... " jawabnya. "Ikatan apa?" tanyaku lagi.
Ia mengatakan, "Subhanallah, cepat sekali engkau lupa. Tidak¬kah engkau ingat seorang perempuan yang mendatangimu tadi malam dan memberimu ikatan tali?? Dia adalah ibuku. Dia yang memintaku keluar untuk berjihad. Dan ibuku telah bersumpah kepadaku agar aku tidak kembali lagi kepadanya. Ibuku menga¬takan, "Anakku, jika engkau bertemu dengan orang -orang kafir yang memusuhi kaum Muslimin jangan engkau berpaling punggung dari mereka. Berikan jiwamu untuk Allah, mintalah kepada Allah untuk berada di sisi Nya, bertemu dengan ayahmu dan kakakmu di surga. Jika engkau diberi rizki masuk surga dengan mati syahid, pintalah syafaat kepada Allah untuk aku agar aku bisa masuk surga bersamamu ... " Ibuku mendekapku di dadanya. Ia mengangkat kepalanya ke langit dan berkata, "Ya Rabb .. ya Tuhanku ... ini anakku .. penyejuk jiwaku, buah kasih sayangku, aku serahkan kepadamu .. dekatkanlah ia kepada ayahnya ... "
"Wahai Abu Qudamah, aku mohon agar engkau tidak menghalangiku dari jihad di jalan Allah. InsyaAllah, aku adalah asy syahid ibnu syahiid (mati di jalan Allah sebagai anak dari
ayah yang telah mati dijalanAllah). Aku hafal seluruh AlQur'an. Aku mahir memanah dan menombak. Jangan mengecilkan aku karena usiaku yang masih muda ... "
Abu Qudamah lalu mengizinkan anak itu untuk turut bersamanya ke medan jihad. Dan benar saja, di sepanjang per¬jalanan, pemuda itulah orang yang paling gesit geraknya. Ia or¬ang yang paling cepat memacu kudanya. Jika turun dari kuda, dialah orang yang paling cepat berjalan. Hampir dalam setiap keadaannya, ia selalu berdzikir kepada Allah ~ ....
Merekapun tiba di medan peperangan. Kecamuknya sungguh luar biasa. Anak panah dilepaskan dari busurnya, pedang diangkat terhunus, bebatuan terpecah, kaki dan tangan melesat cepat. Mereka terlibat dalam gelombang peperangan ...
Hingga peperangan mulai mereda, ketika itulah Abu Qudamah melihat jasad pemuda itu terkapar di atas tanah. Sebilah tombak telah menembus tubuhya. Sejumlah anak panah merobek kulitnya. Tubuhnya terluka parah. Bahkan ada bagian tubuhnya yang terputus dan tulangnya patah.
Abu Qudamah mengatakan, "Aku mendekati pemuda itu. Aku hadapkan wajahku persis di mukanya. Aku katakan, aku Abu Qudamah .. Aku Abu Qudamah .. Pemuda itu tersenyum dan me¬ngatakan, "Alhamdulillah yang menjadikanku masih hidup dan bisa menyampaikan wasiat kepadamu. Dengarkanlah wasiatku .. "

Abu Qudamah mengatakan, "Aku menangis, demi Allah aku melihat wajahnya sangat rupawan, dan dia sangat mengasihi ibunya. Aku mengambil ujung bajuku untuk menghapus darah yang membasahi sebagian mukanya ... " Tapi pemuda itu menga¬takan, "Kenapa engkau hapus darah di mukaku dengan pakaian¬mu? Usaplah darahku dengan pakaianku, bukan pakaianmu.
Abu Qudarnah mengatakan, "Aku menangis, demiAllah .. aku tak bisa memberi jawaban apapun ... "
Pemuda itu lalu mengatakan, "Paman, aku bersumpah padamu jika aku mati agar engkau membawa jasadku ke Riqqah. Berikan kabar gembira pada ibuku bahwa Allah telah menerima hadiah yang ia berikan untuk - Nya. Sungguh putranya meninggal di jalan Allah dalam posisi menghadap musuh, bukan membelakangi musuh. Dan sungguh jika Allah memasukkan aku dalarn barisan para syuhada, akan aku sampaikan salamnya kepada ayahku dan dua pamanku yang lain, yang berada di surga ..
"Paman .. aku takut bila ibuku tak percaya dengan perkataanku.
Maka, bawalah potongan pakaianku yang penuh darah ini. Sungguh jika engkau membawanya, itu akan membuat ibuku percaya apa yang engkau katakan. Dan insya Allah, janji tempatnya adalah surga. Paman, jika engkau datang ke rumah kami, engkau akan mendapati seorang adik perempuan kecil yang usianya masih sembilan tahun. Ia adalah adikku yang sangat merindukanku. Kepulanganku selalu membuatnya ceria dan gembira. Kepergianku pasti membuatnya sedih dan menangis. Ia dahulu sangat terkejut dengan kematian ayahku satu tahun lalu, dan juga ia pasti akan terkejut dengan kematianku hari ini. Saat aku pergi dari rumah untuk berjihad, ia sempat mengatakan, "Kakak jangan lambat-lambat bila sudah waktunya pulang ke rumah ... "
"Paman ... jika engkau bertemu dengannya, tenangkanlah ia dengan nasihat darimu. Paman ... apa yang pemah kumirnpikan menjadi kenyataan. Demi Allah aku melihat bidadari saat ini di atas kepalaku .. aku mencium harum wanginya .... " Setelah itu nafasnya terhenti .. pemuda itu wafat. ..
Abu Qudamah mengatakan, "Saat kami menguburkannya, tak ada misi yang paling penting dan mulia aku lakukan kecuali aku kem¬bali ke Riqqah dan mengabarkan pesan-pesannya untuk sang ibu ...
Sang ibu yang shalihah dalam kisah ini, telah memberikan apa yang ia mampu di jalan Allah agar ia bisa masuk surga yang benar¬benar ia rindukan. Ia bahkan memberikan jiwa anaknya kepada Allah ~, sengaja melupakan daya tarik dan masa muda sang anak. Begitulah. Orang-orang yang merindukan surga, begitu meninggikan surga di hati dan pikiran mereka. Mereka tidak rela bila surga bisa dibeli dengan harga murah. Mereka hanya berpikir bahwa surga hrus diperoleh dengan jiwa mereka.
Apa yang kita persembahkan untuk memperoleh surga?


Tidak ada komentar: